Di sepertiga malam terakhir itu. Terbangun ragaku setelah beberapa saat terbuai mimpi. Setelah “absen”, ku terdiam merenungi diri ini. Dalam hening malam sunyi, terlintas namamu di hati. Rasa ini, entahlah, aku hanya beristighfar dan memohon perlindungan pada yang Maha Membolakbalikkan hati.
Terdiam tanpa suara. Teringat tentang asa dan mimpiku. Mimpi tentang masa depanku, dengan seorang yang penuh kasih. Seorang yang akan menerimaku dan mencintaiku apa adanya diriku. Dan aku pun menerimanya dan mencintainya apa adanya dirinya. Cinta yang terlahir bukan karena dunia semata, cinta yang tumbuh bukan karena sesaat saja. Tapi cinta yang sebenarnya, cinta karenaNya dan diridhoi olehNya. Mungkinkah itu dirimu? Entahlah, sekali lagi aku hanya bisa beristighfar semoga Allah menunjukkan jalan yang terbaik.
Belakangan ini, asa itu semakin menjadi dari hari ke hari. Namun aku selalu mencoba untuk meredam gejolak hati ini. Segalanya belum pasti. Masih jauh dari realiti dan baru sebatas mimpi.
Sejenak kuberpikir, mungkinkah engkau benar-benar mengharapkan ta’arufku? Mungkinkah engkau juga memiliki sedikit tentang rasa itu? Ah, sepertinya itu tak kan mungkin terjadi padamu. Aku memang hanya mendengar namamu dan baru sedikit tahu tentangmu. Tapi yang kurasa engkau terlalu jauh bagiku. Tiada mungkin bagimu memikirkan laki-laki, apalagi sepertiku. Sampai sini, aku hanya bisa mengagumimu. Bukan karena parasmu yang memang sudah cantik menurutku, lebih dari itu, aku mengagumi akhlak yang ada dalam jiwamu. Aku tiada begitu mempersoalkan keindahan rupa, yang seakan nyata namun semu pada hakikatnya. Karena kutahu, keindahan luar dan kecantikan rupa hanyalah sementara saja, tak akan bertahan lama. Bukankah telah jelas bahwa pada dasarnya setiap wanita telah ditakdirkan cantik menurut caranya masing-masing? Masih kupegang erat nasihat eyangku dahulu "Le mbesuk nek wes gedhe, ati-ati karo donya yo, ojo gampang keno fitnahe donya, endahing rupo lan akehing bondho biso sirno sakedhep netro". "Nak, kelak kalau kamu sudah dewasa, hati-hati dengan dunia ya, jangan mudah terkena goda (fitnah) dunia, kecantikan wajah dan banyaknya harta bisa sirna dalam sekejap mata."
Waktu terus berlalu, sunyi semakin menjadi. Masih saja kuberangan dan berharap. Suatu saat engkau mau menerimaku, engkau mau menungguku. Hingga ketika saat itu tiba, aku akan mendatangimu, mengungkapkan semua kegalauan hati ini, menuntaskan semua urusan ini. Urusan hati yang sungguh sulit kujelaskan saat ini.
Tidak untuk sekarang, bukan saat ini. Sebab bagaimana mungkin aku bisa mendampingimu, menentramkanmu jika aku belum setegar karang di lautan. Bagaimana bisa aku menguatkanmu jika aku sendiri masih rapuh seperti puing-puing yang berserakan. Bagaimana aku bisa melindungimu sementara aku sendiri masih lemah belum berdaya. Bagaimana aku akan membimbingmu sementara belum banyak ilmu yang kumiliki.
Kau masih memiliki urusan, kau masih memiliki tujuan dan cita-cita yang belum kau tuntaskan. Demikian juga diriku, masih terus mencari, membenahi dan selalu berusaha memperbaiki diri ini. Semoga Allah memudahkan jalan ini.
Disini, masih kuberharap dan selalu berharap, engkau akan menerimaku dan menungguku dengan kesabaranmu. Tak perlu lah kau ragukan kesetiaan ini. Aku akan mencoba mempertahankannya seperti pagi yang setia merindukan hadirnya mentari. Semoga kau pun yakin akan diriku.
Disini masih kuberharap, masih kupanjatkan, semoga Allah menganugerahkan kesabaran untukku juga untukmu. Semoga Allah menyempurnakan setengah dien kita. Dalam rahmat dan ridhoNya.
Aamiin ya Rabbal Aalamiin.
*Cerita ini hanya fiktif dan sekadar imajinasiku saja, jika ada kesamaan situasi dan emosi, hanyalah kebetulan belaka, bukanlah karena kesengajaan. Terimakasih atas atensinya. Selamat berkarya. ^^
Kupang, 2 Oktober 2010
0 komentar:
Posting Komentar